Rabu, 08 April 2009

Anak adalah Cermin Diri Kita











Aku yang dulu gak suka-suka sekali anak, "merepotkan" dipikiranku. Yang mengubah semua ya waktu hamil dan melahirkan, mukjizat-mukjizat kecil banyak meluruskan pola-pola berpikir, kembali ke jalan yang benar hehehe.
Ada sharing sedikit dari teman yang bilang: "Bukan saya tidak mau memeluk Papa di masa tuanya, tapi memang saya tidak pernah diajari untuk memeluk Papa dari saya kecil."
Ada juga teman yang tiap ret-ret diorder menulis tentang papanya, yang dikumpulkan hanya halaman kosong.
Ada yang sangat beruntung punya Papa yang baik, berani bilang: " Papaku di dunia saja begitu baik, apalagi Papaku di Surga. Kenapa aku takut menghadapi kematian?"
Anak bagai lembaran putih yang kita tulis, kita tulis dengan karakter dan keseharian kita. Kalau mau anak jujur ya jujurlah kita dalam berkata dan berlaku, kalau mau anak halus budi bahasanya ya belajarlah begitu. Anak adalah cermin kita, alangkah indahnya ya Tuhan berencana, amat baik adaNya. Hidup tidak ada yang sempurna, salinglah bercermin, salinglah menyempurnakan, hidup cuma sebentar, jangan sia-siakan waktu yang ada ya....










2 komentar:

  1. Waoooo pernyataannya clear sekali, jelas dan tegas dari seorang koleris. Bagaimana sampai memiliki kesimpulan seperti itu Atik? Maka kalau anak di titipan pendidikan karakter pada pembantu, suster resikonya besar bagi perkembangan karakter anak, kekasih kita. Sayang.

    BalasHapus
  2. Iya pi, benar sekali. Kalau aku, anak sebelum bs ngomong aku jaga sendiri. Kalau sudah bisa ngomong, 2 tahunan mau pake suster eman-eman uangnya. Jadi sebenarnya ilmu ekonomi n psikologi itu berjalan bersama hehehe...

    BalasHapus